Bandara Antarbangsa Bandaranaike (http://newsfirst.lk/english/wp-content/uploads/2014/11/airport-bandaranaike.jpg) |
Dilarang terbang naik pesawat
ketika sudah membeli tiket adalah hal yang menakutkan buat saya. Setiap melakukan
penerbangan, terutama penerbangan antarbangsa, saya selalu cermat melihat
syarat-syarat yang diberlakukan oleh maskapai, Bandara, dan negara tujuan. Namun,
hal tersebut terjadi kepada saya ketika saya hendak melakukan penerbangan
menuju Bandara antarbang
sa Imam Khomeini (IKA) di Tehran, Iran dari Bandara
Bandaranaike (iya namanya Bandaranaike dan tidak terletak di Kolombo) di
Negombo, Sri Lanka. Sangat mengerikan jika saya haru mengingat kembali masa
itu.
Hari itu, saya masih di Bangalore, India. Saya berencana melakukan perjalanan sekitar
tiga sampai empat minggu. Saya sudah di India selama satu minggu, dan salah
satu tujuan saya melakukan kunjungan ke India sudah terwujud, menikmati makanan
khas India Selatan, yang merupakan makanan favorit saya. Tujuan perjalanan yang
menurut beberapa orang memang kurang penting dan terkesan kurang persiapan
memang adalah hal yang saya sering lakukan walaupun saya berharap untuk lebih
melakukan persiapan di setiap perjalanan saya, tetapi apa boleh buat ketika
sudah menginjak di tempat baru, langsung saja ide untuk melakukan perjalanan
tanpa persiapan akan muncul di kepala saya dan saya pun melakukannya.
Singkat cerita, saat di Bangalore, saya
tiba-tiba ingin melakukan perjalanan ke Sri Lanka. Saya pun menuju ke gawai
elektronik saya untuk berselancar di dunia maya mencari tiket dari India menuju
ke Sri Lanka. Setelah melalui beberapa pencarian, akhirnya saya mendapatkan
penerbangan satu arah dari Bandara Chennai menuju Bandara Bandaranaike di
Negombo seharga kurang-lebih satu juta rupiah (lumayan mahal untuk penerbangan
sekitar satu jam ini). Tanpa pikir panjang saya pun mengambil tiket ini, selain
itu waktu pemberangkatan yang cocok menurut saya, pagi hari.
Saya menuju ke Chennai dari Bangalore
menggunakan Kereta Api antarkota. Waktu itu, Chennai baru saja porak poranda
karena banjir besar dan kegiatan di Kota terbesar di Tamil Nadu tersebut sempat
lumpuh. Saya sempat was-was jika saja kereta saya haru mengalami keterlambatan di
perjalanan. Karena menurut jadwal, kereta saya tiba di Stasiun Chennai Central
pada pukul lima pagi dan penerbangan saya pada pukul setengah sembilan pagi. Ada
sekitar tiga setengah jam dari stasiun kereta ke bandara. Ternyata kereta saya
sampai tepat waktu dan langsung saya mencari jalan menuju ke kereta loka yang
akan membawa saya ke Bandara. Akhirnya saya sampai di Bandara Chennai
sekitar pukul setengah tujuh.
Proses check in sampai masuk ke pesawat hingga tiba di Bandara
Bandaranaike sangat lancar. Ketika sampai di Bandara Bandaranaike, saya
langsung terkesima dan menginat sekitar dua tahun lalu saya juga mendarat di
bandara ini dan setahun sebelumnya saya melakukan transit di bandara ini menuju
ke Karachi, Pakistan. Saya pun langsung menggunakan Bus yang mengantar saya ke
terminal bus di pusat kota Kolombo (namanya Colombo Fort). Sesampai di sana,
bersama teman baru yang duduk bersama saya di Bus, kami menuju rumah makan di
skeitar terminal. Saya yang sudah terlalu kangen dengan makanan Sri Lanka
akhirnya menuju ke sebuah rumah makan Muslim di sekitar sana. Satu piring Nasi
Goreng Sri Lanka dan dua gelas chai (teh
susu khas Asia Selatan) langsung saja menuju ke meja saya.
Rencananya teman saya akan
bertemu dengan saya, tetapi karena suatu hal dia harus membatalkan dan saya
waktu itu cukup kecewa karena saya harus membawa tas besar saya di punggung
selama perjalanan yang memang berjalan kaki akan sangat melelahkan. Sebelumnya,
saya sempat mau menitipkan tas di bandara, tetapi tidakdiperbolehkan karena tas
saya harus ada kancing dan kunci, sedangkan saya tidak mempunyai dan saya
sempat bersikeras untuk menitipkan tas saya, tetapi tetap saja ditolak oleh
penjaga di sana, walaupun sempat ada drama sedikit, tetap saja ditolak. Itulah drama pertama di Bandara
Bandaranaike, dan ternyata malam harinya juga ada balada drama yang tidak kalah
mencengangkan dibanding drama penitipan tas.
Saya pun menghabiskan hari saya keliling daerah
Fort dan menikmati deburan ombak dan angin
dari Samudra India. Saya mempunyai penerbangan menuju ke Tehran pada pukul
semibilan malam. Saya sebenarnya menanti momen dimana matahari terbenam, tetapi
sampai jam lima sore, Matahari tidak menampakkan akan terbenam dalam waktu
dekat. Saya pun memutuskan untuk kembali ke terminal untuk naik bus
kembali ke Bandara. Saya pun menyempatan untuk menuju Cargill’s, salah satu pasar toserba di Sri Lanka, untuk membeli
beberapa teh Sri Lanka, yang memang sangat mendunia. Ternyata waktu belanja
yang saya perkirakan selama lima menit menjadi lima belas menit karena bimbang
mencari teh mana yang akan dibeli. Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah
enam sore. Saya pun berlari menuju terminal bus, yang ternyata lumayan jauh. Saya
berlari dan berlari menembuh keramaian trotoar di kota Kolombo, karena jam
tersebut adalah jam sibuk para pekerja pulang dan para pedagang membuka
dagangan mereka, seperti halnya di Indonesia. Jalanan penuh sesak oleh manusia, dan saya
dengan gembolan tas yang besar harus melawan ribuan manusia ini untuk menuju ke
Terminal. Pas saya sampai di terminal, Bus menuju bandara baru saja pergi. Saya
pun disuruh oleh orang disana untuk mengejar busnya, untungnya bus terkena macet
dan saya bisa mendapatkan bus itu (bus menuju Badara ada setiap tiga puluh
menit sekali). Keberuntungan saya berlanjut ketika tinggal ada satu kursi
kosong dan tanpa pikir panjang saya mengambil tempat duduk itu. Ternyata jalur
menuju Bandara dari Terminal melewati pasar tumpah (Sejenis pasar tumpah kalau
di Indonesia, saya tidak tahu harus menyebutnya apa) dan bus harus berjalanan
sangat pelan sekali. Saya pun sekejap berubah menjadi pribadi yang taat
beragama, mulut saya tidak berhenti berkumat-kamit mengucapkan doa, untungnya
saya tidak mengucapkan doa makan. Kemacetan makin menjadi-jadi, saya semakin
khawatir akan ketinggalan pesawat saya, karena maskapai Qatar Airways dikenal
sangat patuh tepat waktu dalam menutup gerbang masuk ke Pesawat (tidak heran
jika dinobatkan sebagai Maskapai terbaik dunia dua kali berturut-turut). Doa saya
pun dijaban oleh yang Di Atas. Bus masuk jalan bebas hambatan dan kurang dari
lima belas menit saja sudah sampai di Bandara. Waktu menunjukkan hampir pukul
setengah delapan malam. Saya pun segera berlari menuju check in. Atrian panjang di semua konter membuat saya menunggu
sembari berselancar di dunia maya. Sebagi informasi, Bandaranaike menyediakan layanan nirkabel gratis, namun setiap lima
belas sekali akan mati dan harus menghubungkan kembali.
Saya pun mendapat giliran saya. Terjadilah percakapan
antara saya dan petugas check in
“Tuan, Ada tiket kembali ke Negara Anda?” Tanya
Petugas
“Saya belum beli tiket untuk pulang karena saya
berencana melakukan perjalanan ke Turki lewat bus dari Iran.” Jawab saya tenang
Dia pun mengutak-atik di komputernya, kemudian
dia bilang,
“Maaf Tuan, untuk Visa on Arrival ke Iran, pemegang paspor Indonesia harus memiliki
tiket keluar Iran dan menuju negara Indonesia.”
Saya pun terkejut, “Seperti itu? Saya kemarin
sebelumnya mengirim surat elektronik ke Kedutaan Besar Iran di Indonesia dan
mereka bilang bahwa saya tidak perlu tiket pulang pergi.” Saya menjawab dengan
penuh kebohongan.
Apakah berhasil? Tidak….
Petugas pun memanggil manajer darat maskapai
Qatar Airways dan mempersilahkan saya untuk minggir sebentar. Sang manajer
masih sibuk karena ada beberapa penumpang lain yang bermasalah, dan saya dengan
tenang dan pikiran positif bakal mendapatkan Boarding Pass ke Tehran. Di konter sebelah, ada Maskapai Turkey
Airlines, dan ada penumpang yang ditolak juga untuk terbang dan disuruh untuk
minggir sebentar. Saya yang sebenarnya kurang peduli karena saya juga masih
belum pasti bisa terbang tiba-tiba terkejut mendengar percakapan antarpenumpang
Turkey Airlines yang ditolak tadi menggunakan Bahasa Indonesia dengan aksen
Sumatera.
“Bah, Macam
apa ini kita dilarang terbang? Kita harus berbicara kepada petugasnya!” kata
salah seorang dari empat orang tadi.
Saya yang merasa terpanggil karena ada saudara
setanah air mengalami hal yang sama langsung menyapa mereka,
“Ada apa mas? Saya juga dilarang terbang nih
mas!” Kata Saya sembari mencoba membahagiakan mereka.
“Oh iya mas? Mau ke Istanbul juga? “ Tanya
salah satu dan mereka
“Bukan Mas, saya naik Qatar Airways mau ke
Iran.”
“Oh gitu mas!”
Jawab mereka bagaikan paduan suara.
Saya pun meninggalkan mereka (sejenak) untuk bertemu dengan
Manajer QR (kode untuk Qatar Airways).
“Maaf, Tuan! Anda tidak diijinkan terbang ke Iran jika Anda tidak memiliki
tiket kembali. Karena ini aturan yang dibuat oleh pihak Imigrasi Iran.” Katanya
mantap tanpa menoleh kepadaku.
Ternyata keberuntungkan berhenti di sini. Saya tiba-tiba melakukan seatu
yang di luar kehendak saya. Sesuatu yang membuatku malu. Terinspirasi film Bollywood yang penuh drama, yang
biasanya terjadi di Bandara-Bandara, saya pun menepuk pundak ptugas tadi dan
berbicara,
“Saya Mohon, saya akan menanggung semua akibatnya jika saya dilarang masuk
Iran. Tugas Anda Cuma memberikan saya boarding
pass itu, Saya Mohon!” ujar saya mengemis-emis kepadanya
“Maaf Tuan, kami tetap tidak bisa mengijinkan Anda Untuk terbang. Maaf saya
harus kembali ke kantor karena pesawat akan persiapan untuk lepas landas.”
Ujarnya
Dia pun berpaling dan berjalan menuju ke kantornya. Saya yang tidak puas
dengan penjelasaanya mengejarnya, seperti di film-film India. Mungkin saya dia
merasa terganggu, dia pun berteriak memanggil petugas keamanan di Bandara untuk
mengusirku.
“Hentikan dan jangan membuat gaduh di Bandara! Saya akan benar-benar
memanggil Petugas keamanan untuk mengusir Anda! Anda benar-benar membuat saya
marah.” Dia langsung saja meninggalkanku yang berdiri lemas, dan dia berbicara
dengan salah seorang petugas kemanan bandara.
Saya pun takberdaya utuk mengejarnya karena petugas keamanan menatapku
tajam. Saya pun berjalan gontai, lemas, sangat tidak bersemangat mengingat
konter check in sudah ditutup dan
waktu hampir menujunkkan pukul sembilan malam.
Saya mencari tempat duduk sembari mengingat kesalahan-kesalahan apa yang
telah saya perbuat dan mencoba mebuat rencana baru, apakah kembali meneruskan
perjalanan ke Iran, kembali ke India, atau pulang ke Jakarta karena untuk
tinggal lebih lama di Sri Lanka sangat tidak mungkin karena visa transit saya
hanya mengijinkan saya untuk menetap di Sri Lanka selama 48 jam saja.
Saya terduduk lemas, capek dan kecewa serta sedih bercampur menjadi satu. Kaki
ini pun mulai meminta untuk diluruskan. Tiba-tiba saya terkejut, sesuatu hal
terjadi (hal yang menjadi sangat emosial untuk saya).
Bersambung......
Take your family on an amazing vacation by applying for ETA Visa to Sri Lanka online,Transit Visa for Sri Lanka , Transit visa Sri Lanka
BalasHapus